08 Juni 2009

Perkembangan Kepolisian Dunia

Diposting oleh interkoneksi-networking


KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

INDONESIAN POLICE

Profesionalitas polisi dalam penegakan hukum

PERKEMBANGAN kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan tuntutan supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kondisi itu menyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang makin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.

Untuk merespon berbagai dinamika yang berkembang tersebut agar kepolisian Negara bisa berperan secara maksimal sesuai dengan tugas maupun fungsinya dalam UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian kembali dirumuskan tugas, fungsi, dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan perkembangan hukum dan dinamika masyarakat serta ketatanegaraan kita. Selain itu juga dilakukan pemisahan kelembagaan ketentaraan dan kepolisian sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.

Harus diakui, masalah keamanan merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. karena itu pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi sangat penting. Dengan UU No 2 Tahun 2002 kepolisian diharapkan dapat lebih memantapkan kedudukan dan peranan serta pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian integral dari reformasi menyeluruh segenap tatanan kehidupan bangsa dan negara dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Arah kebijakan strategi Polri selaku pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat adalah dalam tiap kiprah pengabdian anggota Polri, baik sebagai pemelihara Kamtibmas maupun sebagai penegak hukum harus dijiwai oleh tampilan perilakunya sejalan dengan paradigma barunya yang mengabdi bagi kepentingan masyarakat

Itu berarti, Kepolisian merupakan cerminan masyarakat, terutama cerminan dari tuntutan masyarakat akan kebutuhan hakikinya mengenai ketertiban keamanan dan ketenteraman. Untuk itu, perkembangan Kepolisian mesti sejalan dengan aspirasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, khususnya mengenai persepsi masyarakat tentang penegakan hukum dan kepolisian. Hal itu tentunya merupakan tekad dan idealisme Polri setelah menyatakan diri berpisah dari TNI, dan menjadi lembaga mandiri.

Sebagian kalangan menilai, sampai saat ini Polri sebagai institusi dinilai masih bersikap militeristik dan belum menjadi alat negara yang sepenuhnya profesional. Polisi yang professional seperti yang dirumuskan dalam blue paper sebagai tindak lanjut reformasi Polri yakni reformasi Polri yang professional yang belum tampak secara signifikan di tingkat operasional. Perubahan paradigma dari polisi yang berwajah militeristik menjadi polisi selaku pemelihara kamtibmas,penegak hukum serta pelindung dan pengayom masyarakat masih belum tampak secara nyata di mata masyarakat

Yang menarik dalam UU ini adalah adanya penegasan mengenai asal legalitas serta kewenangan polisi dalam melakukan dekresi. Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma supremasi hukum, dalam Undang-Undang ini secara tegas dinyatakan dalam perincian kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Namun, tindakan pencegahan tetap diutamakan melalui pengembangan asas preventif dan asas kewajiban umum kepolisian, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

Dalam hal ini setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan diskresi, yaitu kewenangan untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri. Oleh karena itu, Undang-Undang ini mengatur pula pembinaan profesi dan kode etik profesi agar tindakan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum, moral, maupun secara teknik profesi dan terutama hak asasi manusia.

Mengenai wajah militeristik polisi yang masih melekat di wajah kepolisian kita, hal ini wajar karena wajah militeristik Polri terbentuk sejak awal Republik, ketika institusi ini menyatu dengan TNI. Pemisahan Polri dari TNI secara sah baru terjadi sejak ditetapkannya UU Nomor 2 Tahun 2002. Untuk membebaskan perilaku kekerasan yang sudah melekat pada diri anggota Polri menjadi Polisi yang melayani, melindungi, mengayomi, dan profesional, kiranya masih membutuhkan waktu. Mengikis kultur militeristik yang melekat sejak polisi dilahirkan yang tentunya sudah mendarah daging tentu bukan perkara mudah. Namun berbagai upaya telah dilakukan untuk menciptakan polisi profesional. Profesional disini mengandung makna komitmen terhadap mutu kerja, tanggungjawab, antisipasi, melayani / memudahkan urusan, keahlian khusus, peduli, integritas, berorientasi pada pemecahan masalah, motivasi, dan berpikir positif.

Polri yang profesional berarti Polri yang memiliki komitmen untuk terus menuju ke arah peningkatan mutu kinerja dalam melaksanakan tugas yang diemban; memudahkan urusan warga masyarakat tanpa perlu meminta imbalan; peduli terhadap persoalan keamanan warga masyarakat dalam kondisi bagaimanapun, serta selalu berupaya secepat mungkin menyelesaikan permasalahan yang dialami warga masyarakat dengan cara santun, bukan dengan cara kekerasan.

Polri yang profesional berarti Polri yang selalu mengantisipasi permasalahan yang mungkin timbul dalam penyelenggara negara, kehidupan bermasyarakat baik lokal, regional, nasional maupun internasional sebagai bagian dari masyarakat dunia. Polri yang profesional harus mampu mengikuti perkembangan teknologi dalam bidangnya agar selalu cepat menyelesaikan tindak kejahatan yang terjadi dengan mutu tinggi.

Profesionalisme polisi amat diperlukan dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum, mengingat modus operandi dan teknik kejahatan semakin canggih, seiring perkembangan dan kemajuan zaman. Apabila polisi tidak profesional maka proses penegakan hukum akan timpang, akibatnya keamanan dan ketertiban masyarakat akan senantiasa terancam sebagai akibat tidak profesionalnya polisi dalam menjalankan tugas. Tugas polisi disamping sebagai agen penegak hukum ( law enforce- ment agency ) dan juga sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat ( order maintenance offi- cer ). Polisi adalah ujung tombak dalam integrated criminal justice system. Berbeda dengan aparat penegak hukum yang lain seperti jaksa, hakim atau pengacara , polisi harus bergelut dengan hukum ketika masal;ahnya masih "berdarah-darah atau berkeringat. " Polisi harus mampu menyibak gelapnya sebuah kasus kejahatan menjadi terang benderang. Harus melakukan penyelidikan, mencari petunjuk, mengumpulkan bukti, saksi dan lain-lain. Dalam menjalan tugastugas itu berbagai kendala-hambatan harus dihadapi. Berbeda dengan jaksa atau hakim yang berbadapan dengan hukum ketika hukum tersebut sudah relative "matang".

Sebagai pemelihara Kamtibmas juga sebagai aparat penegak hukum dalam proses peradilan pidana polisi adalah aparat penegak hukum jalanan yang langsung berhadapan dengan masyarakat dan penjahat. Dalam menjalankan tugas sebagai hamba hukum polisi senantiasa menghormati hukum dan hak asasi manusia. Penyelenggaraan fungsi kepolisian merupakan pelaksanaan profesi artinya dalam menjalankan tugas seorang anggota Polri menggunakan kemampuan profesinya terutama keahlian di bidang teknis kepolisian. Oleh karena itu dalam menjalankan profesinya setiap insan kepolisian tunduk pada kode etik profesi sebagai landasan moral.

Kode etik profesi Polri mencakup norma prilaku dan moral yang dijadikan pedoman sehingga menjadi pendorong semangat dan rambu nurani bagi setiap anggota untuk pemulihan profesi kepolisian agar dijalankan sesuai tuntutan dan harapan masyarakat. Jadi polisi harus benar-benar jadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang bersih agar tercipta clean governance dan good governance.

Polisi dituntut mampu menyibak belantara kejahatan di masyarakat dan menemukan pelakunya. Polisi harus melakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan bukti-bukti guna membuat terang suatu kejahatan dan menemukan pelakunya.

Dalam meningkatkan peranan kepolisian menjamin tertib dan tegaknya hukum, terbinanya ketentraman masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri diharapkan agar kepolisian meningkatkan kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan masyarakat dan persoalan-persoalan konkrit yang dihadapi serta segera dapat mengambil keputusan mengenai tindakan yang harus diambil. Kepolisian perlu meningkatkan aksesnya terhadap informasi yang lebih memadai untuk setiap tingkatan organisasinya. Dan kepolisian tidak sekedar melayani tetapi juga membangun kesadaran masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka menjaga lingkungannya agar aman dan tertib. wawasandigital.com

Jaka Wahyudi
mahasiswa PTIK Jakarta
angkatan 54 ton C

0 komentar:

Posting Komentar